Selasa, 27 Mei 2014

Kritik terhadap manajerialisme


Mengikuti implementasi program reformasi yang komprehensif, pekerjaan yang sekarang dilakukan oleh pegawai negeri membutuhkan nama ‘manajemen’. Fokus pada pencapaian hasil dan memegang tanggung jawab individu atas pencapaiannya. Ada beberapa aspek agenda manajerial yang mendapat kritikan.
1. Dasar ekonomi manajerialisme
Landasan dalam ekonomi membentuk satu kritikan terhadap pemikiran manajerialis. Ada dua kritik utama terhadap dasar ekonomi manajerialisme. Pertama, bahwa ekonomi adalah ilmu sosial yang salah dan penerapannya pada pemerintah juga salah. Kritik kedua, bahwa penerapan ekonomi pada pemerintah salah dimengerti.
2. Dasar manajemen swasta
Manajerialisme yang berasal dari model bisnis swasta adalah sumber kritik. Sektor publik berbeda sehingga model manajemen sektor swasta atau generik tidak relevan dengan operasionalnya. Misalnya, menggani fokus organisasi dari input ke output memiliki langkah yang berhubungan – menentukan strategi dan menetapkan tujuan, merencanakan program untuk mencapai tujuan, menyusun struktur dan mendanai program, mengukur kinerja dan mengevaluasi pencapaian. Semua langkah mengikuti satu sama lain secara logika, jika tujuan dan hasil dapat ditentukan, maka hal-hal lain juga diperlukan. Namun ini berarti bahwa jika tujuan sulit dilaksanakan, hal lain menjadi tidak relevan karena tergantung pada adanya tujuan yang jelas.
Fakta bahwa teknik atau teori manajemen berasal dari sektor swasta adalah sumber beberapa kritik. Ada perbedaan antara sektor swasta dan sektor publik yang menjadi batasan terhadap apa yang diadopsi dan keberhasilannya. Sektor publik selalu meminjam prinsip administrasi dari sektor swasta. Banyak teori sektor swasta yang gagal diterapkan pada sektor publik, namun bukan berarti sektor publik harus dikelola dengan cara tradisional. Setiap teknik perlu dimodifikasi untuk sesuai dengan lingkungan barunya.
3. Neo-Taylorisme
Manajerialisme dikritik mewakili ide-ide manajemen ilmiah dari Taylor. Dikatakan bahwa menggunakan teori ini berarti mengabaikan perkembangan perilaku organisasi sejak era Taylor. Sistem Taylor sesuai untuk birokrasi formal dan ini alasan digunakannya oleh pelayanan publik di awal abad 20. Dalam tujuannya untuk menjadi flkesibel, manajemen publik baru akan kurang menggunakan prinsip Taylor dibandingkan administrasi publik tradisional sebelumnya. Jika bentuk kegiatan kewirausahaan pemerintah yang digambarkan Osborne dan Gaebler banyak digunakan, hasilnya akan sangat bertentangan dengan prinsip Taylor.
4. Politisasi
Perubahan sektor publik mencakup “mempolitisasi’nya; melibatkannya secara langsung dalam masalah politik partai. Pemimpin politik sekarang mulai lebih memilih kepala departemen mereka, dan mengharuskan simpati terhadap tujuan-tujuan politik mereka. Ini menghilangkan penekanan model tradisional pada administrasi netralitas dan non-partisan. Ada dua sisi permasalahan politisasi.
Di satu sisi, dapat dikatakan bahwa pihak yang membuat argumen tentang ‘politisasi’ mengabaikan fakta bahwa pelayanan publik secara mendasar merupakan instrumen politik. Tidak ada kepentingan publik di atas dan di luar pemerintah saat itu. Apapun partai yang berkuasa, ‘politisasi’ terus akan berlangsung dan bahkan dipercepat.
Di sisi lain argumen, dimungkinkan bahwa politisasi dapat mengarah pada permasalahan dari apa yang berusaha diperbaiki oleh Woodrow Wilson. Wilson berpendapat bahwa pemisahan antara politik dan administrasi sebagai reformasi terhadap sistem yang hancur dan mengurangi korupsi yang disebabkan sistem tersebut. Jika manajer dibuat bertanggung jawab atas hasil mereka, dan sistem menjadi lebih politik dan pribadi, jenis permasalahan yang sama akan terjadi. Jika ini terjadi karena pegawai negeri terlalu politik, akan ada tuntutan untuk kembali pada ide netralitas. Politisasi tetap menjadi masalah potensial.
5. Berkurangnya akuntabilitas
Ini keprihatinan tentang apakah konsep dan prosedur manajerial baru sesuai dengan sistem akuntabilitas. Ada beberapa kesulitan di sini. Konflik dapat terjadi antara konsep manajemen publik dan akuntabilitas publik. Jika pegawai negeri menjadi akuntabel secara manajerial, ini akan bergeser dari akuntabilitas politisi yang bertanggung jawab. Akuntabilitas menjadi masalah nyata, meski tidak banyak karena sistem lama sangat tidak realistis dan tidak menjamin akuntabilitas sama sekali. Selain itu, perubahan manajerial menjanjikan lebih transparan, sehingga pencapaian program tertentu dapat dilihat. Ini meningkatkan akuntabilitas karena publik memiliki ide yang lebih baik tentang apa yang dikerjakan pemerintah, sementara fokus eksternal yang lebih besar berarti kepentingan mereka lebih sangat diperhatikan.
6. Masalah implementasi
Sejauh ini perubahan manajerial dimulai dari atas, kurang memperhatikan pada implementasi. Perbaikan strategi atau penganggaran dapat terjadi di atas, tetapi pada tingkatan lebih rendah, implementasi atau manajemen kinerja juga diperlukan. Evaluasi program masih dianggap tidak biasa dan ketika dijalankan belum komprehensif. Pelatihan yang lebih baik harus terjadi sebagai bagian keseluruhan paket, terutama pelatihan manajemen bagi staf senior, tetapi ketika sumber daya dikurangi, kegiatan tersebut dianggap barang mewah.
7. Spesifikasi yang tidak jelas
Kritik terakhir adalah spesifikasi yang tidak jelas tentang model manajerial. Tidak ada definisi nyata tentang manajemen publik baru atau manajerialisme. Ada sejumlah daftar bentuk kegiatan yang dicakup – pengukuran kinerja, insentif, penganggaran program dan seterusnya – tetapi tidak ada definisi yang jelas. Namun, manajemen publik baru tidak sama dengan administrasi publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar